Pintu-pintu Kebajikan

Dalam Islam, apa yang disebut dengan amal kebajikan atau amal shalih sesungguhnya amatlah banyak dan beragam. Kebajikan mencakup amal-amal wajib maupun sunah dan perkara-perkara halal yang bisa mendatangkan kemaslahatan...

Menikmati Taman Surga

Taman, di manapun, selalu diasosiasikan sebagai tempat yang indah, penuh warna, dengan ragam pepohonan dan bunga warna-warni, harum semerbak; baik ia ada di depan atau belakang rumah mewah; baik ia ada di sekeliling istana para raja; atau mungkin ia merupakan tempat tersendiri yang sengaja dirancang sebagai tempat rekreasi dan wisata...

Dua Tetes dan Dua Bekas yang Paling Dicintai Allah

Rasulullah Saw bersabda: “Tidak ada sesuatu yang lebih dicintai Allah daripada dua tetes dan dua bekas. Setetes air mata yang menetes karena takut kepada Allah, dan setetes darah yang tumpah di jalan Allah...

Hati-hati Kehilangan Surga

Seorang lelaki di antara orang-orang shalih melakukan shalat malam. Kemudian ia membaca firman Allah SWT: “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (TQS. Ali Imran [3] : 133)

Memelihara Amalan Sunnah

Allah SWT berfirman (yang artinya): Sembahlah Allah hingga datang kepada kamu sesuatu yang meyakinkan (maut) (TQS al-Hijr: 99)

Wednesday, October 26, 2011

Pintu-pintu Kebajikan

Para pembaca Blog yang dirahmati Allah SWT...

Dalam Islam, apa yang disebut dengan amal kebajikan atau amal shalih sesungguhnya amatlah banyak dan beragam. Kebajikan mencakup amal-amal wajib maupun sunah dan perkara-perkara halal yang bisa mendatangkan kemaslahatan. Yang wajib, misalnya, shalat lima waktu, shaum Ramadhan, ibadah haji, menuntut ilmu, berdakwah, jihad fi sabilillah, berbakti kepada orangtua, memberi nafkah anak-istri, mendidik keluarga, dll. Yang sunah, misalnya, shalat nawafil, shalat-shalat sunah (tahajud, dhuha, shalat id, dll), shaum-shaum sunah (Senin-Kamis, shaum Dawud, shaum hari-hari 'putih', shaum enam hari di bulan Syawal), membaca Alquran, berzikir, bersedekah, menolong sesama, membuang duri di jalanan, dll).

Sekecil apapun amal kebajikan, Allah SWT pasti mengetahuinya dan bakal membalasnya. Allah berfirman (yang artinya): (Dalam hal) kebajikan apa saja yang kalian lakukan, sesungguhnya Allah Mahatahu (TQS al-Baqarah: 215); Siapa saja yang mengerjakan kebajikan seberat dzarrah pun, dia akan menyaksikan (balasan pahala)-nya (TQS al-Zalzalah: 7).

Selain itu, kebajikan apapun yang kita lakukan, manfaat dan pahalanya pada hakikatnya berpulang kepada diri kita sendiri, sebagaimana firman-Nya: Siapa saja yang mengerjakan amal shalih maka (pahala) amal itu untuk dirinya sendiri (QS al-Jatsiyah: 15). Karena itu, sesungguhnya tak ada alasan bagi setiap Muslim untuk tidak melakukan kebajikan, apalagi jika itu berupa kewajiban. Tak ada alasan pula ia menyepelekan perkara-perkara sunnah, bahkan yang mubah sekalipun jika memang mendatangkan kemaslahatan bagi dirinya ataupun orang lain.

Di antara amal-amal kebajikan itu memang ada amal-amal yang utama atau yang paling utama. Baginda Rasulullah SAW pernah ditanya, ”Amal apa yang paling utama?” Jawab beliau, ”Iman kepada Allah, kemudian jihad fi sabilillah.” (Mutaffaq 'alayh).

Para pembaca Blog yang dirahmati Allah SWT...

Selain amal-amal kebajikan yang utama, Baginda Rasulullah juga menyebut ragam kebajikan lain, termasuk yang sering kita anggap sederhana/kecil. Beliau antara lain bersabda, sebagaimana dituturkan Abu Dzarr ra., ”Atas setiap ruas tulang (sendi) salah seorang di antara kalian ada sedekahnya. Karena itu, setiap ucapan tasbih adalah sedekah, setiap ucapan tahmid adalah sedekah, setiap ucapan tahlil adalah sedekah, setiap ucapan takbir adalah sedekah, memerintahkan kemakrufan adalah sedekah, mencegah kemungkaran adalah sedekah. Yang setara dengan itu adalah menunaikan dua rakaat shalat dhuha" (HR Muslim).

Senada dengan hadits di atas, Buraidah ra berkata: Aku pernah mendengar Baginda Rasulullah bersabda ”Pada diri manusia ada 360 ruas tulang. Karena itu, hendaklah kalian bersedekah atas masih-masing ruas tulang tersebut.” Beliau ditanya, ”Siapa yang bisa melakukan itu, wahai Nabi Allah?” Jawab beliau, ”(Ingatlah) mengubur dahak/lendir di masjid adalah sedekah, membuang duri dari jalanan adalah sedekah. Jika engkau tak bisa melakukannya maka menunaikan dua rakaat shalat dhuha adalah setara dengan itu.” (HR Ahmad dan Abu Dawud).

Para pembaca Blog yang dirahmati Allah SWT...

Baginda Rasulullah pun pernah bersabda, ”Telah diperlihatkan kepadaku amal-amal umatku, baik amal-amal baik maupun amal-amal buruk. Aku menemukan di dalam amal-amal kebajikan mereka aktivitas membuang duri di jalanan. Aku pun menemukan di dalam amal-amal buruk mereka tindakan membuang dahak/lendir di masjid.” (HR Muslim).

Ada orang berkata, ”Wahai Rasulullah, orang-orang yang banyak melakukan amal kebajikan telah pergi. Mereka shalat sebagaimana kami shalat. Mereka shaum sebagaimana kami shaum. Mereka pun biasa menyedekahkan kelebihan harta mereka.” Jawab beliau, ”Tidak begitu. Sesungguhnya Allah telah menjadikan untuk kalian apa saja yang bisa kalian sedekahkan. Setiap tasbih adalah sedekah. Setiap takbir adalah sedekah. Setiap tahmid adalah sedekah. Setiap tahlil adalah sedekah. Memerintahkan kemakrufan adalah sedekah. Mencegah kemungkaran adalah sedekah. Hubungan suami-istri adalah sedekah.” Para Sahabat bertanya, ”Wahai Rasulullah, apakah tindakan salah seorang dari kami yang melampiaskan syahwatnya (kepada istrinya) juga berpahala?” Beliau malah bertanya, ”Bagaimana pendapatmu, jika dia melampiaskan syahwatnya di jalan yang haram (bukan kepada istrinya), apakah dia berdosa?” Jawab mereka, ”Tentu saja.” Rasul lalu berkata, ”Demikian pula jika dia melampiaskan syahwatnya di jalan yang halal (kepada istrinya); dia mendapatkan pahala.” (HR Muslim).

Karena itu, tak layak kita menyepelekan setiap amal kebajikan, sekecil apapun, sebagaimana sabda Nabi SAW, ”Janganlah engkau sedikitpun menganggap sepele kebajikan walau sekadar menampakkan wajah berseri-seri saat engkau berjumpa dengan saudaramu.” (HR Muslim).

Itulah di antara pintu-pintu kebajikan dalam Islam. Semoga kita bisa memasuki pintu-pintu tersebut. Amin.

Menikmati Taman Surga

Para pembaca Blog yang dirahmati Allah SWT...

Taman, di manapun, selalu diasosiasikan sebagai tempat yang indah, penuh warna, dengan ragam pepohonan dan bunga warna-warni, harum semerbak; baik ia ada di depan atau belakang rumah mewah; baik ia ada di sekeliling istana para raja; atau mungkin ia merupakan tempat tersendiri yang sengaja dirancang sebagai tempat rekreasi dan wisata. Taman selalu diasosiasikan dengan keindahan. Tak ada taman yang diasosiasikan dengan keburukan. Demikianlah realitas taman di dunia ini.

Namun demikian, seindah apapun taman di dunia tak pernah ada yang kemudian disebut dengan ‘taman surga’. Karena itu, menarik saat justru Baginda Rasulullah SAW menyebut-nyebut adanya ‘taman surga’, bukan di surga, tetapi di dunia ini. Anas bi Malik menuturkan bahwa Baginda Rasulullah SAW pernah bertanya kepada para Sahabat, “Jika kalian melewati taman-taman surga, makan dan minumlah di dalamnya.” Para Sahabat bertanya, “Apakah taman surga itu, wahai Rasulullah?” Jawab beliau, “Halaqah-halaqah (majelis-majelis) dzikir.” (HR at-Tirmidzi).

Melalui hadits ini, tegas Rasulullah menyamakan majelis ddzikir dengan taman surga, tentu dari sisi kemuliaan dan keutamaannya, sekaligus menyebut orang yang ada di majelis-majelis ddzikir sebagai orang-orang yang sedang menikmati hidangan di taman-taman surga itu (Syarh Ibn Bathal, II/5).

Keutamaan taman surga tentu tak bisa dibandingkan dengan taman dunia. Sebab, surga itu sendiri dan apa saja yang ada di dalamnya belum pernah terlihat oleh mata, terdengar oleh telinga atau terbersit di dalam kalbu manusia (Tafsir ath-Thabari, XVII, 346).

Lalu apa yang dimaksud dengan majelis dzikir? Dalam hadits lain Rasul SAW menyebut taman-taman surga itu dengan majelis-majelis ilmu. Inilah yang juga dipahami oleh para Sahabat seperti Abu Hurairah ra dan Ibn Mas’ud ra (Fauzi Sinaqart, At-Taqarrub iilla Allah). Imam al-Qurthubi juga menyebut majelis-majelis dzikir yang dimaksud adalah majelis ilmu tentang halal dan haram. Adapun menurut Imam a-Ghazali, yang dimaksud adalah majelis ilmu-ilmu akhirat; ilmu tentang Allah SWT dan kekuasaan-Nya serta penciptaan-Nya (Faydh al-Qadir, I/696).

*****
Para pembaca Blog yang dirahmati Allah SWT...

Terkait ilmu dan keutamaan majelis ilmu, juga kemuliaan para pencarinya, diterangkan oleh banyak hadits, selain hadits di atas. Baginda Rasulullah SAW, misalnya, pernah bersabda, “Mencari ilmu adalah kewajiban setiap Muslim.” (HR Muslim).

Katsir bin Qays berkata:

Saya pernah duduk bersama Abu ad-Darda di Masjid Damakus. Tiba-tiba datang seseorang kepada dia dan berkata, “Wahai Abu ad-Darda, saya datang kepada engkau dari Madinatur Rasul SAW demi memastikan suatu hadits yang sampai kepada diriku, bahwa engkau pernah membicarakan hadits itu dari Rasul SAW, yang tentu sangat aku butuhkan.”

Abu ad-Darda lalu berkata, “Aku memang pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Siapa saja yang menempuh jalan untuk menuntut ilmu, niscaya Allah akan membuka bagi dirinya salah satu jalan di antara jalan-jalan menuju surga. Sesungguhnya para malaikat benar-benar meletakkan sayap-sayap mereka karena ridha kepada pencari ilmu. Sesungguhnya seorang yang berilmu (ulama) benar-benar dimintakan ampunan kepada Allah bagi dirinya oleh siapa saja yang ada di langit dan di bumi, hingga bahkan ikan-ikan di air. Sesungguhnya keutamaan orang yang berilmu atas orang yang suka beribadah adalah seperti keutamaan cahaya bulan purnama atas cahaya seluruh bintang di malam hari. Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi. Sesungguhnya para nabi itu tidak mewariskan dinar atau dirham, tetapi mewariskan ilmu. Karena itu, siapa saja yang mengambil ilmu, berarti dia telah mengambil sesuatu yang amat berharga.” (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibn Majah dan Ahmad).

Para pembaca Blog yang dirahmati Allah SWT...

Generasi salafush-shalih adalah orang-orang yang amat memahami keutamaan ilmu dan majelis ilmu. Lalu bagaimana dengan generasi umat Islam hari ini? Sayang, meski kebanyakan majelis ilmu itu gratis, padahal menjanjikan keutamaan yang luar biasa saat hadir di dalamnya sebagaimana sabda Baginda Rasulullah SAW di atas, tak banyak orang yang berbondong-bondong untuk menghadirinya. Buktinya, meski majelis ilmu menjamur di mana-mana, biasanya yang hadir jumlahnya bisa dihitung dengan jari. Bandingkan dengan “majelis sepak bola” atau “majelis konser musik”; meski setiap orang harus mengeluarkan puluhan atau bahkan ratusan ribu untuk membeli karcis masuk, toh peminatnya selalu membludak walau harus berdesak-desakan. Padahal jelas, “majelis-majelis” semacam ini tak menjanjikan apa-apa selain kesenangan sesaat. Itulah realitas generasi umat hari ini. Mereka benar-benar telah ‘buta’, tak lagi dapat melihat keutamaan dan keindahan taman-taman surga. Na’udzu billah min dzalik.

Dua Tetes dan Dua Bekas yang Paling Dicintai Allah

Rasulullah Saw bersabda: “Tidak ada sesuatu yang lebih dicintai Allah daripada dua tetes dan dua bekas. Setetes air mata yang menetes karena takut kepada Allah, dan setetes darah yang tumpah di jalan Allah. Adapun yang dua bekas, maka yaitu bekas-di antaranya adalah bekas jihad-di jalan Allah, dan bekas dari melakukan kewajiban di antara kewajiban-kewajiban dari Allah.” (HR. Tirmidzi).

Abdullah bin Umar, semoga Allah senantiasa meridhai keduanya berkata: “Sungguh aku meneteskan air mata karena takut kepada Allah itu lebih aku cintai daripada aku bersedekah seribu dinar.” (HR. Baihaqi dalam Sya’bul Iman).

Hati-hati Kehilangan Surga!

Para Blogger Reader yang dirahmati oleh Allah SWT...

Seorang lelaki di antara orang-orang shalih melakukan shalat malam. Kemudian ia membaca firman Allah SWT:

وَسَارِعُواْ إِلَى مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (TQS. Ali Imran [3] : 133).

Lelaki tersebut terus mengulang bacaan ayat itu sambil menangis hingga pagi. Dikatakan padanya: “Sungguh sebuah ayat telah membuatmu menangis. Mengapa ayat seperti itu membuatmu menangis. Padahal ia menjelaskan bahwa surga itu luas dan lebar.” Lelaki itu berkata: “Wahai putra saudaraku (keponakanku)! Betapapun luasnya surga itu, tidak ada gunanya bagiku jika aku di sana tidak memiliki tempat pijakan bagi kedua kakiku.”

Para Blogger Reader yang dirahmati oleh Allah SWT...

Siapakah seseorang yang lebih butuh untuk menangis dan lebih dekat pada penderitaan dari pada seseorang yang menyakini bahwa surga tempat kembalinya dan kenikmatan tempat peristirahatannya. Kemudian yang ia dapati justru berbeda dari apa yang telah ia yakini; atau seorang yang telah kehilangan ketaatan yang membuka jalannya menuju surga dan yang mendekatkannya pada surga.

Dalam hal ini, seperti menagisnya Yunus bin Ubaid ketika menjelang kematiannya ia memandangi kedua kakinya sambil menangis. Dikatakan kepadanya: “Apa yang membuatmu menangis?” Yunus berkata: “Kedua kakiku tidak ada bekas debu bahwa keduanya telah digunakan di jalan Allah!”.